Minggu, 20 September 2015

Aku,ubi, dan mamak [part 1]

Diposting oleh Unknown di 17.21 0 komentar


Oleh : Titin AW
Judul : aku, ubi,dan mamak part 1
Bismillah
Sudah menjadi kebiasaan jika hari akhir pecan aku selalu, maksudku hamper setiap minggu nya pulang kampong. Untuk sekedar menumpahkan rinduku pada si kecil, maksudku adikku yang masih umuran 3 tahun. Sampai dirumah, kulihat ada sekarung besar ubi di dapur. “ini untuk apa mak? Banyak sekali ubinya.
“udah 4 hari ini, mamak buat usaha kripik ubi. Nanti hasilnya, bisa jadi uang jajanmu dan adikmu di pondok.” Tanpa menunggu perintah aku membantu mamak mengupas ubi-ubi ini. Sedangkan mamak tetap fokus pada penggorengan. Sampai petang, aku masih saja berkutat dengan tugas baru rumahan ini. Mengupas ubi, lalu mencucinya. Mengupas gula merah tipis-tipis. Dan sesekali mengupas ubi dalam bentuk tipis-tipis. Dalam keheningan, aku berharap mamak tak mengangkat topic menjengkelkan itu.
“masih berteman dekat dengan yang dulu?”. Nah ini dia, bagaiman mau hijrah dengan tenang anak mamak yang manis ini, jika tiap pulang kampong pasti terlontar pertanyaan itu. Aku diam, dan terus saja mengupas ubi madu ini. Tapi mungkin mamak sedikit bisa membaca keadaan.
“mamak Cuma mau ingatkan, sekarang banyak sekali kejadian yang membuat kepala mamak pening”
“maksud mamak, kejadian seperti apa?”
“sekarang banyak gadis, yang hamil diluar nikah, entah itu dengan pacarnya, pacar temannya, bukan pacar sekalipun ada. Dan mamak benar-benar mengkhawatirkan mu, takut jika kejadian itu terjadi pada anak-anak mamak”. Ubi madu nya terdiam memaku, aku menghelaa napas memikirkan kata-kata yang pas untuk mamak.
“hmm ma, Fira sekarang Cuma mau cepat lulus, wisuda, cepat jadi dokter, dan bekerja. Dan malas urusin pacaran,lagian Fira juga gak punya pacar dan gak niat punya pacar.”
“yaa,,mamak Cuma takut, nanti kamu stress dengan tugas-tugas kuliah mu, kamu diajak teman lawan jenismu jalan-jalan dan kejadian, lebih baik kalu mau nikah, kamu ngomong sama mamak. Dari pada melakukan perbuatan haram itu”. Nah, begitu sudah, ujung-ujungnya bahas nikah, jujur saja masalah cinta,nikah, aku alergi untuk membicarakannya. “mak, Fira nggak akan kayak gitu”. Boro-boro mau nikah, calon idaman pun gak ada, dan malas pula mencari calon pendamping, lagipula jika ada yang dating pun aku tak berminat. Bukan karena apa-apa, hanya saja aku lupa password hatiku. Dan aku sedang fokus pada satu cinta yang abadi yang tidak semu, tidak pula bertepuk sebelah tangan.
“nanti jika kamu pilih calon pasangan, jangan Cuma berdasarkaan cinta, mamak tidak mau kejadian kayak cerita tante kamu. Menikah didasari cinta saja, gak bakalan bertahan lama. Apalagi dengan hanya melihat wajah tampan saja. Dan blab la..”. Oh My Rabb mamak masih saja ternyata membahas tema pernikahan, calon pendamping,hoaamm jujur saja kriteria saja aku tak punya, bahkan jika tak ada kuota jodoh untukku aku tidak marah pada Allah, setidaknya jika tak menikahpun aku bisa bekerja, membiayai sekolah adik-adikku. Ya, mungkin mamak terus-terusan membicarakan pernikahan karena saudara-saudara sepupu ku banyak sekaali yang menikah mingu-minggu ini.
“iya, mak. Untuk saat ini, Fira benar-benar belum terpikirkan untuk menikah lah, cari calon pendamping. Biar Allah yang atur mak, ada nggaknya satu imam buatku. Yang penting Firda dan Ezi bisa sekolah sampai tanpa hambatan biaya.”aku meneruskan memasukkan kripik ubi ini ke dalam bungkusannya. Ubi, si saksi bisu atas topik yang meng-alergi-kan ini mungkin tersenyum, dengan topik yang tak pernah aku berminat untuk membiacarakannya. Toh bukannya, masih banyak topic menarik yang belum dibenahi, akidah kita, masalah tauhid, masalah iman kita, serta sejauh mana kita mengetahui islam. Lalu mengapa selalu saja yang jadi topik hangat adalah JODOH,NIKAH,& CINTA?
Ups maaf, itu opini ku, mungkin tidak sepenuhnya benar.
[Aku, ubi, dan mamak part 1]

kehilangan yang membuat lebih dekat kepadaNYA

Diposting oleh Unknown di 17.15 0 komentar

Oleh : Titin AW
“kehilangan yang membuat lebih dekat kepadaNYA”

20 September 2015 05.15 am
Tiap pagi begini, selepas shalat subuh aku biasa jalan-jalan pagi, terkadang memakai sepeda sekedar berkeliling di area kompleks sekitaran tempat tinggalku. Begitu terus setiap pagi, dan yang terakhir tentu saja aku takkan melewati semburat langit saat fajar sambil mengambil beberapa gambar dengan kamera DSLR ku yang aku ambil diatas atap rumahku. Sesuai dengan namaku fajar, Fajar Ardian. Saat fajar menyingsing, itu adalah saat langit mengeluarkan kecantikannya bagiku. Udara masih segar tanpa polusi, dan kota metropolitan ini masih belum terlalu ramai. Dulu, yang seringkali menjadi objek pengambilan gambar juga adalah saat matahari akan tenggelam. Saat senja, langit senja sama indahnya dengan langit saat matahari akan terbit atau saat fajar. Tapi, sekarang senja bukan objekku lagi, aku juga tak ingin melihatnya lagi,itu jika bisa. Tuhan melenyapkan senja hari dan langsung petang, itu lebih bagus. Karena bagiku, jika sore hari saat terlihat semburat langit senja, aku akan mengingatnya lagi. Dan aku tidak suka.

21 September 2015
 Hari utama dalam segala kegiatan persekolahan,dan bekerja dimulai lagi. Tidak ada yang menarik, tidak pula membosankan yang kata orang senin adalah hari paling berat, paling sibuk, dan rasanya ingin tetap menarik selimut selepas shalat subuh. Begitu ungkap murid-muridku saat aku memberikan tugas rumah. Aku adalah seorang guru, tutor, dan penulis. Tulisan ku sering dimuat di majalah, Koran, dan kadang diangkat menjadi naskah skenario film pendek. Hidupku bisa dibilang merupakan impian anak muda zaman sekarang. Fasilitas rumah, kendaraan, finansial selalu terpenuhi, dengan prestasi gemilang pula. Tak pernah ada kegagalan berat dalam hidupku. Itu selepas aku diangkat menjadi anak asuh salah seorang pengusaha kaya raya nan baik hati. Sebelum tinggal di Jakarta, aku dahulunya tinggal di daerah Bukittinggi Lombok Barat,NTB. Pastinya kalian baru dengar daerah asalku. Ya siapa yang mengira, ada daerah bernama Bukittinggi selain di Sumatra. Daerah dengan kemiringan jalannya sampai 70 derajat. Dengan akses jalan yang masih bebatuan serta sinyal operator apapun yang datang dan pergi. Tapi beberapa hari lalu ku dengar akses kesana sekarang sudah lumayan bagus. Pemerintah sudah melakukan operasi pemulusan jalan, dari Desa Jeringo sampai Desa Gelangsar. Suatu saat aku akan mengunjungi daerah asalku itu. Mengunjungi air terjun yang dahulunya tempat aku memandikan kuda warga, dengan upah makan satu piring penuh.
Sekarang, di kota metropolitan ini, aku sebenarnya tinggal dengan ayahku dan keluarganya, ayah angkat tepatnya. Tapi akhir-akhir ini beliau selalu sibuk mengurusi usaha nya, menyiapkan hewan kurban, dan sibuk diperpustakaan dengan buku-buku yang hampir semuanya cetakan luar negeri, dan kebanyakan buku tebal dengan bahsa arab tanpa baris pula, melihat nya saja aku sudah pusing apalagi membacanya, tentu saja aku tidak pernah sekalipun mengenyam pendidikan di pondok pesantren.
Selepas shalat ashar, aku berharap bisa menikmati scangkir teh dengan ayah karena akhir-akhir ini aku merasa tidak puas dengan segala hal yang ada dalam hidupku, kali saja jika aku mendiskusikan hal ini dengannya, aku bisa menemukan jalan keluarnya. Ya biasanya selepas ashar beliau akan duduk di beranda belakang rumah sambil memberikan makan ikan di kolam. Ah, itu ayah “mbok, satu cangkir teh juga ya” sambil duduk disamping beliau. Beliau masih saja serius dengan ikan-ikan dikolam tersebut. Aku mencoba untuk berdehem, beliau hanya melihat ku sebentar lalu tak menggubrisku malah menyeruput tehnya. “kemana saja kau anak muda? Sebegitu sibukkah menulis sampai tak pernah menemani ayah lagi tiap sore menikmati teh dan mengobrol ringan?” kini giliran aku yang pura-pura tidak mendengar, menyeruput teh dan menatap ikan-ikan di kolam, beliau hanya tersenyum. “ayah, akhir – akhir ini aku merasa seperti tak puas dengan hidupku, padahal hampir tak ada masalah dalam pekerjaan, maupun dengan relasi,,”
“apa yang kau perlukan lagi? Ayah akan penuhi insyaAllah.”
“bukan, bukan soal materi ayah, tapi entah rasanya ada yang kurang, aku tidak merasa bahagia dengan segala karunia yang Allah berikan ini, seperti..” aku menggantungkan kalimatku, menemukan kata-kata yang pas. “ kau perlu pendamping hidup”
“maksud ayah? “
“Ya, saat uring-uringan seperti ini, saat kau pulang bekerja, saat kau butuh seseorang untuk mendengarkan cerita mu yang penting, ia akan selalu setia mendengarkanmu, melepas rasa lelahmu dengan senyum mu”. Ayah menunggu responku yang hanya memainkan ujung cangkir. “sepertinya, aku masih belum bisa mencari pendamping hidup ayah”
“alasannya? Apa belum ada gadis yang tepat?”
“hampir”
“hampir? Hmm..sepertinya putra ayah sedang mengalami masa kegalauan. Haha, ceritakan pada ayah, kali saja ayah bisa membantumu”
Apa harus aku bercerita? Ah rasanya aku malu menceritakan hal seperti ini, apalagi pada ayah. Mungkin jika pada ibu bisa saja, ah tapi aku laki-laki. Ah ya sudah, toh aku sedang mencari jalan keluar permasalahanku. “2 tahun lalu, aku pernah dekat dengan seorang wanita”. Ayah mengangkat alisnya, aku bisa membaca gelagat ayah yang keheranan, mendengarku dekat dengan seorang wanita padahal selama 13 tahun aku hidup bersama beliau tak pernah melihatku dekat bahkan membicarakan satu wanita pun kecuali ibu. “itu sudah lama ayah, dan sekarang aku sudah tak pernah berhubungan lag dengannya. Kedekatan kamipun hanya sebatas jalan bersama, hanya itu. Tapi 1 tahun lalu, ia mulai menghilang, aku mencoba menghubunginya karena khawatir. Sampai suatu hari ia memutuskan untuk mengakhiri kedekatan kami padahal selama kami dekat tidak ada masalah, saat aku Tanya alasannya bahwa hubungan yang kami jalani ini tidak di ridhoi Allah. Aku mengatakan, bahwa aku akan melamarnya, tapi ia mengatakan akan fokus pada studi nya dulu. Jika berjodoh, suatu saat Allah akan mempertemukan kita, sekarang kita sama-sama memantapkan diri, itu kata-kata terakhir yang ia katakan”
“oh kau diputuskan karena Allah? Lalu masalahnya dimana? Haha seperti sinetron saja.”
“ah..bukan disitu ending ceritanya ayah”
“nah, lalu?”
“dia gadis baik, berjilbab, pintar, dan sopan. Dia juga menundukkan pandangan pada pria yang bukan muhrimnya. Ya, aku mungkin dulu sedikit menggoyahkan imannya sampai akhirnya aku jalan dengannya, tapi karena kedekatan itu aku rajin shalat ke masjid, rajin beribadah. Sampai saat dia memutuskan pergi karena Allah, aku mengikhlaskannya. Karena aku yakin dia adalah jodohku, dia pasti akan ku lamar nanti saat studinya selesai. Sampai beberapa bulan kemarin, aku tak sengaja melihatnya sedang tertawa bersama seorang temanku. Aku meyakinkan diriku, bahwa itu hanyalah scenario seperti di film-film yang melihat mantan kekasihnya bersama orang lain tertawa bersama lalu mantannya cemburu. Tapi suatu saat di toilet pria. ponsel nya ditinggalkan didekat wastafel tempatku mencuci tangan, tiba-tiba ponsel nya berdering, kulihat nomor yang sangat aku kenali, lalu ia segera keluar dari toilet meraih ponsel nya dan..tiba-tiba rasanya seperti semua yang aku lakukan sia-sia, isi pembicaraannya menanyakan pada si penelpon sudah makan belum, buku yang kemarin dipinjam akan dikembalikan, bertemu di tempat biasa. Dan sisa nya aku tidak ingin lagi mendengar, aku keluar”. Kulihat ayah menghela napas panjang, menyeruput teh nya ”hanya, sampai itu? Kau belum mengomfirmasi kan kedekatan mereka, ah kau terlalu terbawa emosi jar”
“yah, setelah itu, aku langsung  menanyakannya, tapi yang ia katakan ia bahkan tak pernah saling berhubungan dengan temanku itu lewat via telpon, dia hanya bilang dia meminjam buku untuk keperluan tugas kuliahnya, saat aku Tanya tentang hubungannya dia menjawab hanya sebatas teman biasa. Aku hanya kecewa ayah, saat aku begitu mempercayainya, memantapkan ia menjadi jodohku kelak, serta mengikhlaskan nya karena Allah, ia malah bersama orang lain. Dari kejadian itu, aku tak mau lagi merancang masa depanku, aku sudah tak mau lagi menjalin hubungan dengan siapapun” bukannya menanggapi keluh kesahku dalam acara 4 mata bersama ayah, malah beliau masuk ke kamar Adin, lalu keluar dengan membawa mainan puzzle.”untuk apa puzzle ini yah? Astagaa,, aku sudah umur 23 tahun, diajakin main puzzle?”
“sudah,,,,susun saja dulu puzzle nya”. 30 detik saja puzzle ini selesai aku kerjakan, tapi tunggu puzzle yang dibagian akhir dimana? Aku mencari-cari pasangannya, setelah aku dapat malah diambil ayah. “ayah, itu puzzle terakhir, jika aku tak memasangnya, puzzle nya tentu tidak terlihat sempurna. Ayah hanya mengulum senyum “lalu bagaimana jika yang ayah ambil bagian puzzle yang ditengah?”.
“ah ayah, hanya akan membuat semakin tidak sempurna, kalau malah bolong di tengah makin tidak enak lah dipandang”. Lalu ayah menaruh potongan puzzle di tengah kembali. Dan potongan puzzle terakhir, beliau ambil dari puzzle yang gambar lain. “lho, yah,,itu bukan pasangannya, gimana bisa nyatu pasangannya?”
“ kamu belum coba pasang, sudah bilang gak nyatu, coba pasang puzzle terakhir dengan puzzle ini”. Ah ayah ada-ada saja, mana bisa puzzle ini disatukan, kan beda gambar. Gambar ini potongannya orang yang sedang berdoa, padahal kan puzzle kedua terakhir harusnya diisi dengan potongan tangan animasi yang bergandengan, tapi tunggu,,kenapa malah bisa cocok seperti ini?
“sekarang kamu mengerti maksud ayah? Ayah hanya mengambil potongan terakhir dari puzzle, tapi kamu se gusar itu, padahal masih terlihat lengkap kan? Coba jika yang potongan tengah yang paling besar, sangat terlihat tidak lengkap. Begitu pula dengan apa yang kau alami, semua yang kau punya hampir terpenuhi, tapi hanya karena Allah mengambil sekeping hati mu, kau lupa bersyukur dengan segala nikmat dan karunia-Nya. Dan perhatikan setiap sudut dari puzzle ini”. Aku memperhatikan dari sudut atas kiri dengan tulisan ALLAH,lalu sudut atas kanan ALLAH juga, sudut Kiri bawah ALLAH lagi, dan terakhir sudut kanan bawah ALLAH. Barulah aku sadar, bahwa puzzle ini bukan mainan, tapi salah satu media perentasi pemasaran usaha ayah.”itulah nak, mengapa ayah menyuruhmu menyusun puzzle ini, karena dari awal sampai akhir segala sesuatu yang ingin kita capai, diniatkan dengan nama Allah, maka saat kau menemukan jalan buntu, terpuruk, atau bahkan kehilangan segala sesuatu yang kau cintai di dunia ini, tempat pelabuhan hatimu adalah ALLAH semata. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati kita”
Semburat senja sudah terlihat, dan magrib akan segera tiba, kami segera bergegas ke masjid, aku mendapat pelajaran berharga hari ini, dan aku sudah menemukan titik balik kehidupanku. Titik balik yang jiwaku yang selama ini hanya terisi cinta duniawi. Kini aku tahu apa yang harus kulakukan. Allah dulu, Allah lagi, Allah terus.
[maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?] (QS ArRahman:13)
[…sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati…] (QS AlAnfaal:43
[innahu ‘aliimun bidzaatishuduur] ( QS AlMulk:13]
 

Titin Agustina Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting