BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang (2)
Atresia
biliaris adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dari sistim bilier ekstra
hepatik .Karakteristik dari atresia biliarias adalah tidak terdapatnya sebagian
sistim bilier antara duodenum dan hati sehingga terjadi hambatan aliran empedu
dan menyebabkan gangguan fungsi hati tapi tidak menyebabkan Kern icterus karena
hati masih tetap membentuk konyugasi bilirubin dan tidak dapat menembus blood
brain barier.
Atresia
bilier adalah penyakit yang berat, tetapi sangat jarang terjadi di Amerika
kurang lebih 1:10000-15000 kelahiran hidup,dan lebih sering pada anak perempuan
dibanding laki-laki. Sering pada bayi –bayi Asia dan Afrika –Amerika dibanding
dengan bayi- bayi Caucasian. Di Asia lebih banyak terjadi pada bayi Cina dibandingkan
dengan bayi Jepang. Penyakit ini merupakan penyebab tranplantasi liver yang
terbanyak di Amerika dan negara Barat lainnya.
Mengingat
beratnya penyakit Atresia bilier maka diagnosis dini sangat diperlukan untuk
mendapatkan terapi yng tepat dan cepat.Pemeriksasan ultrasonografi dan imejing
lainnya sangat diperlukan untuk diagnosis.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem
Bilier
2.1.1
Embriologi
Cikal bakal saluran empedu dan hati
adalah sebuah penonjolan sebesar tiga milimeter di daerah ventral usus depan.
Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian kaudal menjadi pankreas, sedangkan
bagian sisanya menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian
padatnya kelak jadi sel hati, diantara sel hati tersebut tumbuh saluran empedu
yang bercabang-cabang seperti pohon.(1)
Primordium hati muncul pada pertengahan
minggu ketiga sebagai suatu tonjolan epitel endodermis di ujung distal usus
depan, pertumbuhan keluar ini , divertikulum hati atau tunas hati, terdiri dari
sel-sel yang berpoliferasi cepat yang menembus septum transversum, yaitu
lempeng mesoderem di antara rongga perikardiumdan tangkai yolk sac. Sementara
sel-sel hati terus menembus sputum, hubungan antara divertikulum hati dan usus
depan (duodenum)menyempit, membentuk duktus biliaris (kantumg empedu). saluran
empedu ini membentuk sebuah tonjolan vertikal kecil, dan pertumbuhan keluar ini
kemudian menjadi kantung empedu dan duktus sistikus. Selama perkembangan
selanjutnya, korda-korda hati epitel bercampur dengan vena umbilikalis dan vena
vitelina yang membentuk sinosoid hati. Korda-korda hati berdiferensiasi menjadi
parenkim (sel hati) dan membentuk saluran empedu. Sel hematopoietik, sel
kuffer, dan sel jarinan iikat berasal dari mesoderem septum transversum.
Ketika sel-sel hati menginvasi seluruh
sputum transversum sedemikian sehingga organ menonjol ke arah kaudal ke dalam
rongga abdomen, mesoderm sputum transversum yang terletak antara hati dan usus
depan serta hati dan dinding abdomen ventral menjadi membranosa, masing-masing
membentuk omentum minus dan ligamentum falsiforme. Bersama-sama, setelah
membentuk hubungan peritoneal antara usus depan dan dinding abdomen ventral,
keduanya dikenal sebagai mesentrium ventrale.
Mesoderm di permukaan hati
berdiferensiasi menjadi peritonium viseralis kecuali di permukaan kranialnya.
Dibagian ini, hati tetap berkontak dengan sisa sputum transversum asli lainnya.
Bagian sputum ini yang terdiri dari mesoderm yang tersusun rapat, akan
membentuk tendon sentral diafragma. Permukan hati yang berkontak dengan bakal
diafragma ini tidak pernah di lapisi oleh peritonium.
Pada minggu ke sepuluh perkembangan,
berat hati adalah sekitar 10% dari berat badan total. Meskipun hal ini sebagian
mungkin di sebabkan oleh besar jumlah sinusoid, faktor penting lainnya adalah
fungsi hematopoietiknya. Di antara sel-sel hati dan dinding pembuluh darah
terdapat sarang-sarang sel proliferatif yang menghasailkan sel darah merah dan
putih. Aktivitas ini secara bertahap mereda selama dua bulan terakhir kehidupan
intrauterus, dan hanya sedikit pulau hematopoiesis yang tetap ada saat lahir.
Berat hati hanyalah 5% dari berat badan total.
Fungsi hati lain yang penting di mulai
sekitar pada minggu ke-12, saat sel hati menghasilkan empedu. Sementara itu,
karena kandung empedu dan duktus sistikus telah terbentuk dan duktus sistikus
telah bergabung dengan duktus hepatikus untuk membentuk duktus biliaris, empedu
dapat masuk ke saluran cerna. Akhirnya, isi saluran cerna menjadi berwarna
hijau tua. Karena perubahan posisi duodenum, muara duktus biliaris secara
bertahap bergeser dari posisi awalnya di anterior ke posisi posterior, dan
karena itu, duktus billiaris berjalan menyilang di belakang duodenum.(2)
2.1.2
Anatomi
Waktu lahir berat hati sekitar 120-160
g. Kemudian berat ini bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak. Pada umur 2 tahun berat hati bertambah
2 kali lipat, pada usia 3 tahun berat nya menjadi 3 kali lipat, sedangkan pada
umur 9 tahun dan masa pubertas mencapai masing-masing 6 dan 10 kali berat hati
waktu lahir. Hati ber ada di bawah rongga dada dengan bagian atas memotong
garis aksiler kanan pada sela iga 7. Batas bawah berada 1 cm di bawah garis
lengkung iga kanan. Pendorongan hati dapat terjadi karena kelainan dinding
toraks seperti pada penyakit rakitis, pada beberapa keadaan yang meyebabkan
kelainan dinding perut seperti MEP berat dan amiotonia kongenital. Tekanan
intratorakal yang meningkat seperti pada empiema dan pneumotoraks dapat
menyebabkan perubahan letak hati akibat pendorongan .abses subfrenik serta
adanya perforasi usus akan mengakibatkan peranjakan hati.(3)
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong
seperti buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 mL empedu.
Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati, di bawah lengkung iga
kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel
dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh
peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke
permukaan hati oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong (kantong
Hartmann,Hartmann, Henri, 1860-1952, ahli bedah, Prancis)(1)
Duktus sistikus panjangnya1-2 cm dengan
diameternya 2-3 mm. Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut
spiral Heister (Heister, Lorenz, 1683-1758, ahli anatomi dan ahli bedah Jerman)
yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi
menahan aliran keluarnya.(1)
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di
dalam ligamentum hepatoduodenale yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan
batas bawahnya distal papila Vater*. (Vater, Abraham 1684-1751, ahli ilmu
anatomi dan ilmu botani, Jerman). Bagian hulu saluran empedu intrahepatik
berpangkal dari saluran paling kecil, yang disebut kanalikulus empedu, yang
meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus
lobaris, dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.(1)
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri
masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat
bervariasi, bergantung pada letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus
berjalan dibelakang duodenum, menembus jaringan pancreas dan dinding duodenum,
membentuk papila Vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung
distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi (Oddi, Ruggero, 1864-1913, ahli
bedah, Italia, sfingter Oddi= otot sfingter ampula hepatopankreatika), yang
mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara
di tempat yang sama dengan duktus koledokus di dalam papila Vater, tetapi dapat
juga terpisah.(1)
Sering ditemukan variasi anatomi kandung
empedu, saluran empedu, dan pembuluh arteri yang mendarahi kandung empedu dan
hati. Variasi yang kadang ditemukan dalam bentuk luas ini perlu diperhatikan
oleh para ahli bedah untuk menghindari komplikasi pembedahan, seperti
perdarahan atau cedera pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.(1)
2.1.3
Fisiologi(1)
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit
sebanyak 500-1500 mL per hari. Di luar waktu makan, empedu disimpan untuk
sementara di dalam kandung empedu, dan disini mengalami pemekatan sekitar 50%.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh
tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan
tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan
dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu
berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan empedu mengalir ke dalam duodenum.
Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermiten
tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter.
Koleosistokinin (CCK),hormon sel APUD(Amine-precursor-Uptake and Decarboxylation
cells) dari mukosa usus halus, dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak
atau produk lipolitik di dalam lumen usus. Hormon ini merangsang nervus vagus
sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar
terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.
Fungsi
hati dan kelainan biokimiawi(3)
Hati
sangat penting dalam metabolisme bahan makanan antara lain :
1. Hati
berperan dalam mempertahankan kadar gula darah dengan jalan membentuk dan
menyimpan glikogen di bentuk dari
glikosa,levulosa,galaktosa dan laktosa.hati dapat juga merubah asam amino
glikogenik dan gliserol mejadi
dekstrosa,yang kemudian di rubah menjadi glikogen (glikogenesis). Sedangkan
glikogen dapat di rubah oleh hati menjadi glukosa sesuai dengan kebutuhan
(glikogenolisis).
2. Tempat
sintesis dan oksidasi lemak.hampir semua lemak di metabolisir di dalam hati.zat
lemak yang di padukan dengan lesitin akan membentuk fosfolipit yang mudah di
angkut dan dalam keadaan siap pakai.koresterol di buat di hati dari asam asetat,sedangkan
esternya merupakan gabungan kolesterol dengna asam lemak.lipoprotein plasma
yang mengagkut trigliserida juga di buat di hati.hati bersama-sama dengan
ginjal memecahkan asam lemak berantai panjang menjadi benda-benda keton. Benda
keton ini akan banyak di hasilkan oleh tubuh pada masa kelaparan.benda keton
akan di keluarkan bersaan kemih.
3. Ureum
dibuat di hati dan merupakan deaminasi protein. Zat protein seperti fibrinogen,
globulin dan protrombin dibuat di hati.
4. Vitamin
A,C dan D di simpan di hati.hati juga mengolah bahan baku vitamin A (provitamin
A)menjadi vitamin A ,riboflavin,vitamin E dan K juga di simpan di hati.
5. Hati
berfungsi juga sebagai pembentuk darah terutama pada masa neonatus dan hati
juga merupakan cadangan penyimpanan zat besi.
6. Hati
berfungsi sebagai penawar racun yang membahayakan tubuh serta berupaya agar
bahan tersebut dikeluarkan segera.
2.1.4
Biokimia(1)
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol
merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam
lemak, dan garam anorganik.
Garam empedu adalah molekul steroid yang
dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya
dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali
produksi normal kalau diperlukan.
Kelainan
biokimiawi(3)
Perubahan
hati dapat diperlihatkan pada perubahan :
1. Enzim
serum seperti transaminase,dehidrogenase,peptidase dan fosfatase alkali yang
akan meninggi pada kerusakan hati dan kelainan obstruktif.namun organ lain juga
dapat berbuat hal yang sama dengna hati,sehingga peninggian zat-zat
tersebut bukan monopoli kelainan hati.
·
Fosfatase alkali
Angka normal untuk bayi 1-3 bulan adalah 73-226 UI
(unit internasional),untuk anak 3-10 tahun sekitar 57-258 UI. Angka ini akan
meningkat pada kelainan obstruktif,baik intra atau ekstrahepatal.kelainan
fosfatase alkali lebih banyak menunjukkan adanya obstruktif bilier,tumor hepar
atau adanya proses desak ruang seperti pada amiloidosis,leukemia
,abses,tuberkulosis,sarkoidosis.
Kenaikan fosfatase alkali juga dapat terjadi pada
penyakit tulang seperti rakitisa dan hiperparatiroidisme.
Transaminase
Enzim ini meningkat pada kerusakan sel hati aktif, nekrosis,
terutama enzim”glutamic oxaloacetic transaminase” (GOT). Pada hepatitis virus
kadar GOT serum melebihi 800 UI dan merupakan tanda awal
penyakit ini.penyakit lain seperti mononukleosis dan hepatitis toksik juga
menunjukkan kenaikan enzim tersebut.
·
Dehidrogenase
Peninggian enzim “lactic dehidrogenase” (LHD) 4-5
kali normal (bayi samapai 10 hari 308-1780 UI,sedangkan anak antara 87-186 UI)
terdapat pada penyakit hepatitis akut dan kronik serta sirosis. Pada kelainan
obstruktif,enzim ini tidak meninggi.
2. Albumin
dan globulin
Albumin
akan menurun pada penyakit hepatoseluler. Globulin alfa dan beta akan meningkat
pada infeksi dan kelainan obstruktif. Meskipun globulin gama bukan merupakan hasil
fungsi hati. Namun peninggian kadar ini yang sangat tinggi terdapat pada
sirosis pascanekrotik dan bilier.
3. Faktor
pembekuan
Pada
sirosos hepatis,faktor VII lebih menurun dari pada faktor I, II dan X. Faktor V
lebih banyak menurun pada hepatitis akut.
4. Fetoprotein
alfa-1
Zat
ini banyak di buat sesama embrio dan akan segera menghilang setelah lahir. Kadar
fetoprotein alfa-1 yang tetap tinggi
terdapat pada hepatoma. Untuk anak kenaikan zat tersebut spesifik untuk hepatoblastoma.
5. Kolesterol
Kadar
kolesterol meningkat pada kolestasis karena kegagalan ekskresi. Pada kerusakan
hepatoseluler akan terjadi penurunan sintesis kolesterol.
2.1.5
Ikterus(3)
Ikterus adalah menguningnya sklera,kulit atau jaringan lain
akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting
penyakit penyakit hati atau kelainan fungsi hati,saluran empedu dan penyakit
darah. Bila kadar bilirubun darah melebihi 2 mg %,maka ikterus akan terlihat. Namun
pada neonatus ikterus masih belum
terlhat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi
karena peninggian kadar bilirubin indirek (“unconjugated”)
dan atau kadar bilirubin direk (“conjugated”).
Metabolisme
bilirubin
Bilirubin adalah anion yang berwarna
oranye dengan berat molekul 584. Asal mula bilirubin di buat dari pada heme
yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi. Delapan puluh persen heme
berasal dari hasil perombakan sel darah merah,sedangkan sisanya berasal dari
heme non-eritrosit seperti
mioglobin,sitokrom,katalase dan peroksidase
serta hasil sistem eritropoetik yang tidak efektif. Oleh enzim
hemogsigenase,heme dirubah menjadi biliverdin yang kemudian dirubah lagi
menjadi bilirubin atas pengaruh enzim bilirubin reduktase.
Proses tersebut berlangsung di dalam
jaringan sistem retikuloendotelial. Bilirubin yang masuk ke dalam darah akan diikat
oleh albumin di bawa ke hati. Bilirubin ini mempunyai daya larut yang tinggi
terdapat lemak dan kecil sekali tehadap air,sehingga pada reaksi van den bergh,zat ini harus di larutkan
dahulu dalam akselerator seperti metanol dan etanol,oleh karena itu disebut
bilirubin indirek. Zat ini sangat toksik terutama untuk otak. Peningkatandengan
albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin ru 25 mg/dl. Obat
seperti asetil salisilat,tiroksin dan sulfonamid dapat mengandakan kompetisi
terhadap ikatan ini.
Bilirubin
indirek mudah memasuki hepatosi berkat adanya protein akseptor Y dan Z
hepatosit. Proses tersebut dapat dihambat oleh anion organik oleh asam
flavasidik,beberapa bahan kolestografik.
Didalam hepatosit bilirubin akan diikat
oleh asam glukoronat yang berasal dari pada asam uridin difosfoglukoronat
dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil gabungan ini larut dalam
air, sehingga di debut bilirubin direk atau bilirubin terikat (“conjugated
bilirubin”). Selain dalam bentuk diglukoronoda dapat juga dalam bentuk ikatan
monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Biliribin
konjugasi dikeluarkan melalui proses yang tergantung dari energi kedalam sistem
bilier. Bilirubin yang diekskresikan kedalam usus akan di ubah menjadi
sterkobilin. Enzim glikoronil transferase
diindikusi oleh fenobarbital. Fenobarbital juga menambah protein aksaptor Y. Estrogen
dan progestin yang berasal dari ibu dan steroid dapat menghambat konjungsi
bilirubin dalam hati. Bilirubin direk dan bilirubin konjugasi di keluarkan
melalui membran kanalikuli kesaluran empedu. Proses ini terbatas (“late
limiting process”).
Obat
seperti klorpomazin dapat membelokade proses ini, demikian juga adanya
bendungan ekstraheptal dan kerusakan sel hati. Bila terjadi blokade, maka
bilirubin direk akan mengalami regurgitasi sehingga kembali kedalam plasma.
Bilirubin direk ditampung dalam
kantong empedu yang akan di keluarkan kesaluran pencernaan. Didalam saluran ini
bilirubin direk akan direduksi oleh bakteri menjadi urobilinogen akan diserap
oleh usus, masuk kedalam darah dan selanjutnya akan di keluarkan oleh ginjal
berama air, kemih. Bilirubin direk
sebagain besar diserap oleh ileum terminal secra aktif, sebagian kecil
yang tidak diserap masuk kedalam kolon,dirusak oleh bakteri usus menajdi
bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin ini diserap secara positif oleh
kolon. Melaluli vena porto bilirubin ini memasuki hati dan akan dikeluarkan
lagi kedalam sistem bilier (sirkulasi
entrohepatik).
Penyebab ikterus(3)
I.
Ikterus
prahepatik
Ikterus ini terjadi
akibat produksi bilirubin yang mengikat,yang terjadi pada hemolisis sel darah
merah (ikterus hemolotik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi
terbatas apalagi disertai oleh disfungsi sel hati. Akibatnya bilirubin indirek
akan mengikat. Dalam batas tertentu bilirubin direk juga meningkatkan dan akan
segera dieksresikan kedalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan
peninggian kadar urobilinogen di dalam tinja.
Peningkatan pembentukan
bilirubin dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan pada sel darah merah.
2. Infeksi
seperti malaria, sepsis dan lain-lain.
3. Toksin
yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang berasal dari
dalam tubuh seperti yang terjadi pada rekasi transfusi dan eritroblastosis
fetalis.
II.
Ikterus
pascahepatik (obstruktif)
Bendung dalam saluran
empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air.
Sebagian akibat bendugan, bilirubin ini mengalami reguregurgitasi kembali
kedalam sel hati dan terus memasukai peredaran darah. Selajutnya akan masuk ke
ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga kita akan menemukan bilirubin
dalam urin. Sebaliknya karena adanya bendungan, maka pengeluaran bilirubin
kedalam saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna
dempul karena tidak mengandung sterkobilin. Urobilinogen tinja dalam air kemih
akan menurun. Akibat penimbunan bilirubin direk, maka kulit dan skelera akan
berwarna kuning kehijauhan, kulit akan terasa gatal. Penyumbatan empedu (
kolestatis) dibagi dua, yaitu intrahepatik bila penyumbatan terjadi antara sel
hati dan duktus koledeus dan ekstrahepatik bila sumbatan terjadi di dalam
duktus koledokus.
III.
Ikterus
hepatoseluler (hepatik)
Kerusakan sel hati akan
mengalami konjugasi bilirubin terganggu,sehingga bilirubin direk akan
meningkat. Kerusakan sel hatijuga akan menyebabkan bendungan dalam hati
sehingga bilibubin akan mengadakan regurgitasi kedalam sel hati yang kemudian
akan menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah.
Bilirubin direk ini larut dalam air sehingga mudah di ekskresikan oleh ginjal
ke dalam air kemih. Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkan penurunan
ekskresi bilirubin dalam saluran penceraaan yang akan kemudian akan menyebabkan
tinja berwarana pucat, karena strekobilinogen menurun.
Kerusakan
sel hati terjadi pada keadaan(3)
1.
Hepatitis oleh virus, bakteri,
parasit.
2.
Sirosis hepatis.
3.
Tumor
4.
Bahan kimia seperti fasfor, arsen.
5.
Penyakit lain seperti
hemokromotosis, hipertiroid dan penyakit Nieman Pick
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kelainan
kandung empedu(1)
Agenesis kandung empedu merupakan
kelainan bawaan yang sangat jarang ditemukan. Pada keadaan demikian, muara
duktus sistikus dapat amat bervariasi.
Kandung empedu ektopik juga jarang
ditemukan, dan bila letaknya intrahepatik, akan menyulitkan sewaktu melakukan
kolesistektomi. Sementara itu, kandung empedu yang bergerak bebas karena
seluruhnya terletak intraperitoneal dapat menimbulkan torsi kandung empedu.
§ Atresia saluran empedu(1)
Atresia saluran empedu adalah kelainan
kongenital yang tidak diketahui etiologinya. Agaknya kelainan ini berhubungan
dengan kolangiohepatitis intrauteri yang mungkin disebabkan oleh virus. Saluran
empedu mengalami fibrosis dan proses ini sering berjalan terus setelah bayi
lahir sehingga prognosis umumnya buruk. Kelainan ini mungkin bukan suatu
malformasi karena organ lain yang berasal dari daerah embrionik yang sama,
seperti hati, duodenum, dan pankreas, tidak mengalami kelainan. Sirosis hepatis
karena bendungan empedu terjadi setelah bayi berumur lebih dari satu setengah
bulan. Oleh karena itu, pembedahan korektif harus dilakukan sebelum usia itu.
§ Insidens(1)
Meskipun secara keseluruhan jarang,
angka kejadian penyakit ini di Asia Timur hampir sepuluh kali lipat dari
kejadian di negara Barat.
§ Gambaran klinis(1)
Ada dua jenis atresia saluran empedu,
yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik. Bentuk intrahepatik lebih jarang
dibandingkan dengan ekstrahepatik, yaitu hanya sekitar seperlima dari jumlah
atresia saluran empedu ekstrahepatik.
Gejala klinis dan patologik atresia saluran
empedu ekstrahepatik bergantung pada proses berawalnya penyakit, apakah jenis
embrional atau jenis perinatal, dan bergantung pada saat diagnosis ditegakkan.
Jenis embrional atau fetal dijumpai pada
sepertiga penderita. Proses perusakan saluran empedu berawal sejak masa
intrauteri dan berlangsung hingga saat bayi lahir. Pada jenis ini, tidak
ditemukan masa bebas ikterus setelah periode ikterus neonatorum fisiologik (dua
minggu pertama kelahiran). Pada pembedahan, tidak ditemukan sisa saluran empedu
di dalam ligamentum hepatoduodenale. Selain itu, dapat ditemukan kelainan
bawaan lain seperti malrotasi usus atau pankreas ektopik.
Jenis kedua adalah jenis perinatal yang
dijumpai pada dua pertiga penderita. Ikterus muncul kembali secara progresif
setelah ikterus fisiologik hilang beberapa waktu. Pada saat pembedahan, dapat
ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale tanpa adanya
malformasi organ lain yang berdekatan.
Jadi, perbedaan patofisiologik utama
antara jenis embrional dan perinatal ialah saat mulainya kerusakan saluran
empedu yang progresif.
Neonatus yang menderita ikterus
obstruksi intrahepatik maupun ekstrahepatik, menunjukkan ikterus, urin berwarna
kuning gelap, tinja berwarna dempul (akolik), dan hepatomegali .
Apabila penyakit berlarut, akan timbul
sirosis hati dengan hipertensi portal yang menyebabkan perdarahan varises
esofagus dan kegagalan fungsi hati. Bayi dapat meninggal karena gagal hati,
perdarahan varises, koagulopati, atau infeksi sekunder.
§ Klasifikasi(4)
Tipe
I : obliterasi dari duktus kholedekus, duktus hepatikus normal.
Tipe
II : atresia duktus hepatikus dengan struktur kistik tampak pada derah porta
hepatis
Tipe
III : pada lebih 90% pasien, atresia pada duktus hepatikus kiri dan kanan
setinggi porta hepatis. Variasi ini tidak boleh dibingungkan dengan hipoplasia
duktus biliaris intra hepatal, yang tidak dapat dikoreksi
dengan pembedahan
§ Patofisiologi(4)
Patofisiologi dari Atresia biliaris
masih sulit dimengerti, penelitian terakhir dikatakan kelainan kongenital dari
sistim biliris. Masalah ontogenesis hepatobilier dicurigai dengan bentuk
atresia bilier yang berhubungan dengan kelainan kongenital yang lain. Walaupun
yang banyak pada tipe neonatal dengan tanda khas inflamasi yang progresif,
dengan dugaan infeksi atau toksik agen yang menyebabkan obliterasi duktus
biliaris .
Pada tipe III : yang sering terjadi
adalah fibrosis yang menyebabkan obliterasi yang komplit sebagian sistim
biliaris ekstra hepatal. Duktus biliaris intra hepatal yang menuju porta
hepatis biasanya pada minggu pertama kehidupan tampak paten tetapi mungkin
dapat terjadi kerusakan yang progresif. Adanya toksin didalam saluran empedu
menyebabkan kerusakan saluran empedu extrahepatis.
Identifikasi dari aktivitas dari
inflamasi dan kerusakan Atresia sistim bilier ekstrahepatal tampaknya merupakan
lesi yang didapat.
Walaupun tidak dapat didentifikasi
faktor penyebab secara khusus tetapi infeksi merupakan faktor penyebab terutama
isolasi dari atresia bentuk neonatal. Banyak penelitian yang menyatakan peninggian
titer antibodi reovirus tipe 3 pada penderita atresia biliaris dibandingkan
dengan yang normal. Virus yang lain yang sudah diimplikasi termasuk rotavirus
dan cytomegali virus (CMV)(1)
§ Etiologi(4)
Penyebab dari Atresia bilier tidak
diketahui dengan pasti. Mekanisme autoimun mungkin merupakan sebagian penyebab
terjadinya progresivitas dari Atresia bilier. Dua tipe dari atresia biliaris
adalah bentuk fetal dan terjadi selama masa fetus dan timbul ketika lahir,
serta bentuk perinatal lebih spesifik dan tidak terlihat pada minggu kedua
sampai minggu keempat kehidupan.
Penelitian terbaru mengatakan infeksi
virus pada bayi sangat sugestif merupakan penyebab dari Atresia bilier.
Kurang lebih 10% dari Atresia bilier
terutama bentuk fetal bersama sama dengan kelainan kongenital lainnya seperti
kelainan jantung, limpa dan usus.
Atresia biliaris bukan kelainan
heriditer ini terlihat pada bayi kembar atresia bilier tidak terjadi pada kedua
bayi tersebut.
Atresia bilier terjadi selama periode
fetus atau neonatal kemungkinan triger nya adalah salah satu atau kombinasi
faktor dibawah ini :
-Infeksi
dengan virus atu bakteri
-
Masalah sistim imun
-
Komponen empedu yang abnormal
-
Ganguan pertumbuhan dari liver dan duktus biliaris
§ Patogenesis(4)
1.Defek
morfogenesis dari traktus biliaris
2.Defek
dalam fetus/prenatal sirkulasi
3
Faktor lingkungan
4.Infeksi
virus
5.Immunologi
6.Faktor
genetik
§ Klinis(4)
Bayi–bayi dengan Atresia bilier biasanya
lahir dengan berat badan yang normal dan perkembangannya baik pada minggu
pertama
Hepatomegali akan terlihat lebih awal.
Splenomegali sering terjadi, dan biasanya berhubungan dengan progresivitas
penyakit menjadi Cirrhosis hepatis dan hipertensi portal
Ikterus karena peninggian bilirubin
direk. Ikterus yang fisiologis sering disertai dengan peninggian bilirubin yang
konyugasi. Dan harus diingat peninggian bilirubin yang tidak konyugasi jarang
sampai 2minggu
Pasien dengan bentuk fetal /neonatal
(sindrom polisplenia/asplenia) pertengahan liver bisa teraba pada epigastrium
Adanya
murmur jantung pertanda adanya kombinasi dengan kelainan jantung.
§ Diagnosis(1)
Atresia saluran empedu harus di
diagnosis secara cepat dan tepat agar tetapi dekompresi berhasil baik. Gejala
klinis yang penting untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik
ialah warna tinja, berat badan, umur, saat awal tinja berwarna dempul, dan
hepatomegali. Bayi penderita koleostasis ekstrahepatik umumnya menunjukkan
tinja yang lebih akolik yang ditemukan pada usia lebih muda, berat badan lebih
besar, dan konsistensi hati yang teraba normal.
Pemeriksaan darah rutin tidak akan
menunjukkan perbedaan bermakna antara kolestasis intrahepatik dan
ekstrahepatik.
Ikterus pada bayi dengan kulit berwarna
coklat atau hitam sering sulit dinilai sehingga mungkin tidak terdiagnosis.
Akan tetapi, biasanya sklera mata jelas kuning, dan pada tahap akhir, ludah dan
air mata menjadi kuning.
Dengan ultrasonografi dapat ditemukan
kelainan kongenital penyebab koleostasis ekstrahepatik, yaitu penyakit Caroli,
berupa dilatasi kistik saluran empedu.
Pemeriksaan kemampuan hati untuk
memproduksi empedu serta memproduksi empedu serta mengekskresikannya ke saluran
empedu sampai tercurah ke dalam duodenum dapat dipantau dengan skintigrafi
radioisotop hepatobilier. Apabila isotop terlihat diekskresi ke dalam duodenum,
berarti yang terjadi adalah koleostasis intrahepatik, bukan koleostasis
ekstrahepatik.
Pemeriksaan
pelengkap lain untuk diagnosis adalah biopsi hati perkutan.
Dalam praktik sehari-hari, apabila
gejala klinis, skintigrafi hepatobilier, atau biopsi hati menyokong ke arah
diagnosis obstruksi empedu ekstrahepatik, atau atresia saluran empedu tidak
dapat dikesampingkan, langkah diagnosis selanjutnya adalah laparotomi
eksplorasi.
Sewaktu laparotomi, dilakukan
kolangiografi serta biopsi hati. Penampilan makroskopik hati dan saluran empedu
saat pembedahan sangat berguna untuk menegakkan diagnosis. Hati biasanya
berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu biasanya mengecil karena
kolaps, dan pada 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas. Kombinasi
temuan di atas umumnya cukup untuk melakukan portoenterostom. Bila meragukan,
dilakukan kanulasi kandung empedu untuk pemeriksaan kolesistokolangiografi.
Lebih kurang 10% penderita atresia
saluran empedu tergolong jenis yang dapat dikoreksi. Umumnya, ditemukan saluran
empedu proksimal yang terbuka lumennya, tetapi tidak berhubungan dengan
duodenum. Pada sekitar 90% penderita yang tidak dapat dikoreksi, seluruh sistem
saluran empedu ekstrahepatik ternyata telah mengalami obliterasi.
Pada kebanyakan penderita, indikasi
bedah atresia saluran empedu ditentukan oleh penampilan makroskopis hati dan
saluran empedu, serta hasil kolangiografi. Apabila saluran empedu ekstrahepatik
paten, dan ketika dilakukan biopsi hati terbuka ditemukan hasil baik, tidak ada
indikasi pembedahan lebih lanjut.
Dibawah
ini merupakan pemeriksaan untuk diagnosis Atresia biliaris:(4)
1. Laboratorium(4):
Pemeriksaan darah, urine dan feses untuk
menilai fungsi hati dengan peninggian bilirubin
2. Biopsi liver(4)
Dengan jarum yang khusus dapat diambil
bagian liver yang tipis dan dibawah mikroskop dapat dinilai obstruksi dari
sistim bilier
3. Imejin(4)
A.USG
Gambaran USG bervariasi tergantung tipe
dan derajat beratnya penyakit
- Hati dapat membesar atau normal dengan
struktur parenhim yang inhomogen dan ekogenitas yang tinggi tertama daerah
periportal akibat fibrosis
-Nodul-nodul
cirrhosis hepatis
-Tidak
terlihat vena porta perifer karena fibrosis
-Tidak
terlihat pelebaran duktus biliaris intra hepatal
-
Triangular cord didaerah porta hepatis: daerah triangular atau tubular ekogenik
lebih spesifik untuk atresia bilier extra hepatal
- Kandung empedu tidak ada atau mengecil
dengan panjang <1.5 cm. Kandung empedu biasanya lebih kecil dari 1,9 cm.
Dinding yang tipis atau tidak terlihat ,ireguler dengan kontur yang
lobuler(gall bladder ghost triad), kalau ada gambaran ini dikatakan
sensitivitas 97 % dan spesifisitas 100%.
- Gambaran kandung empedu yang normal
(panjang >1,5 cm dan lebar >4 cm) dapat terlihat sekitar 10 % kasus
-
Tanda hipertensi portal dengan terlihatnya peningkatan ekogenitas daerah
periportal.
-
kemungkinan dengan kelainan kongenital lain seperti:
-Situs
inversus
-
Polisplenia
a.
b.
c.
d.
B.Skintigrafi : HIDA scan
Radiofarmaka (99m TC )- labeled
iminodiasetic acid derivated sesudah 5 hari dari intake phenobarbital,
ditangkap oleh hepar tapi tidak dapat keluar kedalam usus, karena tidak dapat
melewati sistim bilier yang rusak. Tes ini sensitif untuk atresia bilier (100%)
tapi kurang spesifik (60 %). Pada keadaan Cirrhosis penangkapan pada hepar
sangat kurang
a.
b.
C.Kholangiografi
1. Intra operatif atau perkutaneus
kholangiografi melalui kandung empedu yang terlihat :
-
Gambaran atresia bilier bervariasi
- Pengukuran dari hilus hepar jika
atresia dikoreksi secara pembedahan dengan menganastomosis duktus biliaris yang
intak
2. Endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP)
Dengan menyuntik senyawa penontras dapat
dilihat langsung keadaan duktus biliaris ekstra hepatal seperti:
- Obstruksi duktus kholedokus
- dapat melihat distal duktus biliaris
ekstra hepatal distal dari duktus hepatikus komunis
- dapat melihat kebocoran dari sistim
bilier ekstra hepatal daerah porta hepatis
E. MRI
- MRCP
Dapat melihat dengan jelas duktus
biliaris ekstra hepatal untuk menentukan ada tidaknya atresia bilier
- Peninggian sinyal daerah periportal
pada T2 weighted images
F.Intubasi duodenum
Jarang dilakukan untuk diagnosis Atresia
bilier. Nasogastrik tub diletakkan didistal duodenum. Tidak adanya bilirubin
atau asam empedu ketika diaspirasi menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi.
§ Tata Laksana(1)
Tata laksana atresia saluran empedu
ekstrahepatik adalah pembedahan. Atresia saluran empedu intrahepatik pada
umumnya tidak memerlukan pembedahan karena obstruksinya relatif bersifat
ringan.
Bedah rekonstruksi pertama yang berhasil
baik dilakukan oleh Ladd(1928). Salah satu pasiennya berhasil hidup dengan baik
selama 37 tahun setelah dioperasi.
Pilihan utama jenis pembedahan atresia
saluran empedu ekstrahepatik adalah portoenterostomi teknik Kasai dan bedah
cangkok hati.
Bedah dekompresi portoentereostomi ini
sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur dua bulan. Apabila usia bayi lebih
dari tiga bulan, transplantasi hati lebih baik daripada hasil terbaik operasi
dekompresi. Saat ini, indikasi tersering untuk melakukan tersering untuk
melakukan transplantasi hati adalah usia bayi telah terlalu tua untuk bedah
Kasai.
- Atresia bilier adalah keadaan penyakit
yang serius dan dapat menyebabkan cirrhosis hepatis, hipertensi portal, karsinoma
hepatoseluler, dan kematian terjadi sebelum umur 2 tahun.(4)
-Nutrisi pada pasien Atresia bilier
harus diperhatikan terutama untuk lemak, asam lemak esensial yang mudah
diabsorbsi dan pemberian protein dan kalori yang baik.
- Operasi
1.
Kasai prosedur
Tujuannya untuk mengangkat daerah yang
mengalami atresia dan menyambung hepar langsung ke usus halus sehingga sehingga
cairan empedu dapat lansung keluar ke usus halus disebut juga Roux-en-Y
hepatoportojejunostomy.
2.Transplantasi
hati.
Dilakukan pada keadaan Kasai prosedur
tidak berhasil, atresia total atau dengan komplikasi cirhosis hepatis
§ Komplikasi(4)
1.Cirrhosis
bilier yang progresif
2.Hipertensi
portal da/atau perdarahan dari varses oesopagus ini terlihat pada 40% anak
dibawah 3 tahun
3.
Yang paling sering komplikasi dari Kasai prosedur adalah asending
kholangitis,infeksi bakteri. Pada keadaan normal bakteri ada dalam usus dan
bergerak keatas melalui Roux-en-y menyebabkan infeksi.
§ Prognosis(4)
Tergantung
beberapa faktor
-Umur
pada waktu dioperasi ,lebih awal lebih baik (60-80 hari )setelah lahir
-Gambaran
anatomi duktus biliaris ekstra hepatal
-Ukuran
duktus biliaris daerah ekstra hepatal
-
Ada tidaknya Cirrhosis hepatis
-
Adanya Kolangitis
-
Kemungkinan dapat dilakukannya transplantasi
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Atresia
Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal.
Fungsi dari sistem empedu adalah
membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam empedu yang diperlukan
untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar.
Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar.
Pemeriksaan
yang biasa dilakukan:
Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
USG perut
Rontgen perut (tampak hati membesar)
Kolangiogram
Biopsi hati
Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan).
Daftar Pustaka
1) De
Jong, Sjamsuhidajat.2013.Buku Ajar Ilmu
Bedah edisi 3.Jakarta:EGC(hlm 263-267)
2) Sadler,
T.W.2012.Langman Embriologi Kedokteran
edisi 10.Jakarta:EGC(hlm 251-254)
3) Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007.Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.Percetakan
Infomedika Jakarta(hlm 517-522)
4) Soetikno,D
Rista.Pustaka UNPAD Atresia Biliaris
pdf.<www.unpad.go.id>
1 komentar:
Atresia Bilier adalah suatu keadaan yang terjadi pada bayi yang baru lahir dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Penyebab atresia bilier ini tidak diketahui tetapi kondisi tersebut ditemukan pada 1 dari 15000 kelahiran. Atresia Bilier temukan jawab di tanyadok.com portal informasi layanan kesehatan untuk menemukan penyebab dan cara penangulangannya.
Posting Komentar