Senin, 10 Maret 2014

makalah atresia billiaris

Diposting oleh Unknown di 19.01


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang (2)
Atresia biliaris adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dari sistim bilier ekstra hepatik .Karakteristik dari atresia biliarias adalah tidak terdapatnya sebagian sistim bilier antara duodenum dan hati sehingga terjadi hambatan aliran empedu dan menyebabkan gangguan fungsi hati tapi tidak menyebabkan Kern icterus karena hati masih tetap membentuk konyugasi bilirubin dan tidak dapat menembus blood brain barier.
Atresia bilier adalah penyakit yang berat, tetapi sangat jarang terjadi di Amerika kurang lebih 1:10000-15000 kelahiran hidup,dan lebih sering pada anak perempuan dibanding laki-laki. Sering pada bayi –bayi Asia dan Afrika –Amerika dibanding dengan bayi- bayi Caucasian. Di Asia lebih banyak terjadi pada bayi Cina dibandingkan dengan bayi Jepang. Penyakit ini merupakan penyebab tranplantasi liver yang terbanyak di Amerika dan negara Barat lainnya.
Mengingat beratnya penyakit Atresia bilier maka diagnosis dini sangat diperlukan untuk mendapatkan terapi yng tepat dan cepat.Pemeriksasan ultrasonografi dan imejing lainnya sangat diperlukan untuk diagnosis.














BAB II
LANDASAN TEORI
2.1  Sistem Bilier
2.1.1 Embriologi
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah sebuah penonjolan sebesar tiga milimeter di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian kaudal menjadi pankreas, sedangkan bagian sisanya menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak jadi sel hati, diantara sel hati tersebut tumbuh saluran empedu yang bercabang-cabang seperti pohon.(1)
Primordium hati muncul pada pertengahan minggu ketiga sebagai suatu tonjolan epitel endodermis di ujung distal usus depan, pertumbuhan keluar ini , divertikulum hati atau tunas hati, terdiri dari sel-sel yang berpoliferasi cepat yang menembus septum transversum, yaitu lempeng mesoderem di antara rongga perikardiumdan tangkai yolk sac. Sementara sel-sel hati terus menembus sputum, hubungan antara divertikulum hati dan usus depan (duodenum)menyempit, membentuk duktus biliaris (kantumg empedu). saluran empedu ini membentuk sebuah tonjolan vertikal kecil, dan pertumbuhan keluar ini kemudian menjadi kantung empedu dan duktus sistikus. Selama perkembangan selanjutnya, korda-korda hati epitel bercampur dengan vena umbilikalis dan vena vitelina yang membentuk sinosoid hati. Korda-korda hati berdiferensiasi menjadi parenkim (sel hati) dan membentuk saluran empedu. Sel hematopoietik, sel kuffer, dan sel jarinan iikat berasal dari mesoderem septum transversum.
Ketika sel-sel hati menginvasi seluruh sputum transversum sedemikian sehingga organ menonjol ke arah kaudal ke dalam rongga abdomen, mesoderm sputum transversum yang terletak antara hati dan usus depan serta hati dan dinding abdomen ventral menjadi membranosa, masing-masing membentuk omentum minus dan ligamentum falsiforme. Bersama-sama, setelah membentuk hubungan peritoneal antara usus depan dan dinding abdomen ventral, keduanya dikenal sebagai mesentrium ventrale.
Mesoderm di permukaan hati berdiferensiasi menjadi peritonium viseralis kecuali di permukaan kranialnya. Dibagian ini, hati tetap berkontak dengan sisa sputum transversum asli lainnya. Bagian sputum ini yang terdiri dari mesoderm yang tersusun rapat, akan membentuk tendon sentral diafragma. Permukan hati yang berkontak dengan bakal diafragma ini tidak pernah di lapisi oleh peritonium.
Pada minggu ke sepuluh perkembangan, berat hati adalah sekitar 10% dari berat badan total. Meskipun hal ini sebagian mungkin di sebabkan oleh besar jumlah sinusoid, faktor penting lainnya adalah fungsi hematopoietiknya. Di antara sel-sel hati dan dinding pembuluh darah terdapat sarang-sarang sel proliferatif yang menghasailkan sel darah merah dan putih. Aktivitas ini secara bertahap mereda selama dua bulan terakhir kehidupan intrauterus, dan hanya sedikit pulau hematopoiesis yang tetap ada saat lahir. Berat hati hanyalah 5% dari berat badan total.
Fungsi hati lain yang penting di mulai sekitar pada minggu ke-12, saat sel hati menghasilkan empedu. Sementara itu, karena kandung empedu dan duktus sistikus telah terbentuk dan duktus sistikus telah bergabung dengan duktus hepatikus untuk membentuk duktus biliaris, empedu dapat masuk ke saluran cerna. Akhirnya, isi saluran cerna menjadi berwarna hijau tua. Karena perubahan posisi duodenum, muara duktus biliaris secara bertahap bergeser dari posisi awalnya di anterior ke posisi posterior, dan karena itu, duktus billiaris berjalan menyilang di belakang duodenum.(2)
2.1.2 Anatomi
Waktu lahir berat hati sekitar 120-160 g. Kemudian berat ini bertambah sesuai dengan pertumbuhan  anak. Pada umur 2 tahun berat hati bertambah 2 kali lipat, pada usia 3 tahun berat nya menjadi 3 kali lipat, sedangkan pada umur 9 tahun dan masa pubertas mencapai masing-masing 6 dan 10 kali berat hati waktu lahir. Hati ber ada di bawah rongga dada dengan bagian atas memotong garis aksiler kanan pada sela iga 7. Batas bawah berada 1 cm di bawah garis lengkung iga kanan. Pendorongan hati dapat terjadi karena kelainan dinding toraks seperti pada penyakit rakitis, pada beberapa keadaan yang meyebabkan kelainan dinding perut seperti MEP berat dan amiotonia kongenital. Tekanan intratorakal yang meningkat seperti pada empiema dan pneumotoraks dapat menyebabkan perubahan letak hati akibat pendorongan .abses subfrenik serta adanya perforasi usus akan mengakibatkan peranjakan hati.(3)
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 mL empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann,Hartmann, Henri, 1860-1952, ahli bedah, Prancis)(1)
Duktus sistikus panjangnya1-2 cm dengan diameternya 2-3 mm. Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut spiral Heister (Heister, Lorenz, 1683-1758, ahli anatomi dan ahli bedah Jerman) yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.(1)
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papila Vater*. (Vater, Abraham 1684-1751, ahli ilmu anatomi dan ilmu botani, Jerman). Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil, yang disebut kanalikulus empedu, yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.(1)
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan dibelakang duodenum, menembus jaringan pancreas dan dinding duodenum, membentuk papila Vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi (Oddi, Ruggero, 1864-1913, ahli bedah, Italia, sfingter Oddi= otot sfingter ampula hepatopankreatika), yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara di tempat yang sama dengan duktus koledokus di dalam papila Vater, tetapi dapat juga terpisah.(1)
Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan pembuluh arteri yang mendarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang ditemukan dalam bentuk luas ini perlu diperhatikan oleh para ahli bedah untuk menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.(1)
2.1.3 Fisiologi(1)
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 mL per hari. Di luar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan disini mengalami pemekatan sekitar 50%.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter.
Koleosistokinin (CCK),hormon sel APUD(Amine-precursor-Uptake and Decarboxylation cells) dari mukosa usus halus, dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.
Fungsi hati dan kelainan biokimiawi(3)
Hati sangat penting dalam metabolisme bahan makanan antara lain :
1.      Hati berperan dalam mempertahankan kadar gula darah dengan jalan membentuk dan menyimpan glikogen  di bentuk dari glikosa,levulosa,galaktosa dan laktosa.hati dapat juga merubah asam amino glikogenik  dan gliserol mejadi dekstrosa,yang kemudian di rubah menjadi glikogen (glikogenesis). Sedangkan glikogen dapat di rubah oleh hati menjadi glukosa sesuai dengan kebutuhan (glikogenolisis).
2.      Tempat sintesis dan oksidasi lemak.hampir semua lemak di metabolisir di dalam hati.zat lemak yang di padukan dengan lesitin akan membentuk fosfolipit yang mudah di angkut dan dalam keadaan siap pakai.koresterol di buat di hati dari asam asetat,sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dengna asam lemak.lipoprotein plasma yang mengagkut trigliserida juga di buat di hati.hati bersama-sama dengan ginjal memecahkan asam lemak berantai panjang menjadi benda-benda keton. Benda keton ini akan banyak di hasilkan oleh tubuh pada masa kelaparan.benda keton akan di keluarkan bersaan kemih.
3.      Ureum dibuat di hati dan merupakan deaminasi protein. Zat protein seperti fibrinogen, globulin dan protrombin dibuat di hati.
4.      Vitamin A,C dan D di simpan di hati.hati juga mengolah bahan baku vitamin A (provitamin A)menjadi vitamin A ,riboflavin,vitamin E dan K juga di simpan di hati.
5.      Hati berfungsi juga sebagai pembentuk darah terutama pada masa neonatus dan hati juga merupakan cadangan penyimpanan zat besi.
6.      Hati berfungsi sebagai penawar racun yang membahayakan tubuh serta berupaya agar bahan tersebut dikeluarkan segera.
2.1.4 Biokimia(1)
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.
Garam empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.
Kelainan biokimiawi(3)
Perubahan hati dapat diperlihatkan pada perubahan :
1.      Enzim serum seperti transaminase,dehidrogenase,peptidase dan fosfatase alkali yang akan meninggi pada kerusakan hati dan kelainan obstruktif.namun organ lain juga dapat berbuat hal yang sama dengna hati,sehingga peninggian zat-zat tersebut  bukan monopoli kelainan hati.

·         Fosfatase alkali
Angka normal untuk bayi 1-3 bulan adalah 73-226 UI (unit internasional),untuk anak 3-10 tahun sekitar 57-258 UI. Angka ini akan meningkat pada kelainan obstruktif,baik intra atau ekstrahepatal.kelainan fosfatase alkali lebih banyak menunjukkan adanya obstruktif bilier,tumor hepar atau adanya proses desak ruang seperti pada amiloidosis,leukemia ,abses,tuberkulosis,sarkoidosis.
Kenaikan fosfatase alkali juga dapat terjadi pada penyakit tulang seperti rakitisa dan hiperparatiroidisme.
Transaminase
Enzim ini meningkat pada kerusakan sel hati aktif, nekrosis, terutama enzim”glutamic oxaloacetic transaminase” (GOT). Pada hepatitis virus kadar  GOT serum  melebihi 800 UI dan merupakan tanda awal penyakit ini.penyakit lain seperti mononukleosis dan hepatitis toksik juga menunjukkan kenaikan enzim tersebut.

·         Dehidrogenase
Peninggian enzim “lactic dehidrogenase” (LHD) 4-5 kali normal (bayi samapai 10 hari 308-1780 UI,sedangkan anak antara 87-186 UI) terdapat pada penyakit hepatitis akut dan kronik serta sirosis. Pada kelainan obstruktif,enzim ini tidak meninggi.

2.      Albumin dan globulin
Albumin akan menurun pada penyakit hepatoseluler. Globulin alfa dan beta akan meningkat pada infeksi dan kelainan obstruktif. Meskipun globulin gama bukan merupakan hasil fungsi hati. Namun peninggian kadar ini yang sangat tinggi terdapat pada sirosis pascanekrotik dan bilier.

3.      Faktor pembekuan 
Pada sirosos hepatis,faktor VII lebih menurun dari pada faktor I, II dan X. Faktor V lebih banyak menurun pada hepatitis akut.

4.      Fetoprotein alfa-1
Zat ini banyak di buat sesama embrio dan akan segera menghilang setelah lahir. Kadar fetoprotein  alfa-1 yang tetap tinggi terdapat pada hepatoma. Untuk anak kenaikan zat tersebut  spesifik untuk hepatoblastoma.

5.      Kolesterol
Kadar kolesterol meningkat pada kolestasis karena kegagalan ekskresi. Pada kerusakan hepatoseluler akan terjadi penurunan sintesis kolesterol.

2.1.5 Ikterus(3)
     Ikterus adalah  menguningnya sklera,kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit penyakit hati atau kelainan fungsi hati,saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar bilirubun darah melebihi 2 mg %,maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus  ikterus masih belum terlhat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirek (“unconjugated”) dan atau kadar bilirubin direk (“conjugated”).
Metabolisme bilirubin
       Bilirubin adalah anion yang berwarna oranye dengan berat molekul 584. Asal mula bilirubin di buat dari pada heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi. Delapan puluh persen heme berasal dari hasil perombakan sel darah merah,sedangkan sisanya berasal dari heme non-eritrosit  seperti mioglobin,sitokrom,katalase dan peroksidase  serta hasil sistem eritropoetik yang tidak efektif. Oleh enzim hemogsigenase,heme dirubah menjadi biliverdin yang kemudian dirubah lagi menjadi bilirubin atas pengaruh enzim bilirubin reduktase.
          Proses tersebut berlangsung di dalam jaringan sistem retikuloendotelial. Bilirubin yang masuk ke dalam darah akan diikat oleh albumin di bawa ke hati. Bilirubin ini mempunyai daya larut yang tinggi terdapat lemak dan kecil sekali tehadap air,sehingga pada reaksi van den bergh,zat ini harus di larutkan dahulu dalam akselerator seperti metanol dan etanol,oleh karena itu disebut bilirubin indirek. Zat ini sangat toksik terutama untuk otak. Peningkatandengan albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin ru 25 mg/dl. Obat seperti asetil salisilat,tiroksin dan sulfonamid dapat mengandakan kompetisi terhadap ikatan ini.
Bilirubin indirek mudah memasuki hepatosi berkat adanya protein akseptor Y dan Z hepatosit. Proses tersebut dapat dihambat oleh anion organik oleh asam flavasidik,beberapa bahan kolestografik.
            Didalam hepatosit bilirubin akan diikat oleh asam glukoronat yang berasal dari pada asam uridin difosfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil gabungan ini larut dalam air, sehingga di debut bilirubin direk atau bilirubin terikat (“conjugated bilirubin”). Selain dalam bentuk diglukoronoda dapat juga dalam bentuk ikatan monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Biliribin konjugasi dikeluarkan melalui proses yang tergantung dari energi kedalam sistem bilier. Bilirubin yang diekskresikan kedalam usus akan di ubah menjadi sterkobilin. Enzim glikoronil transferase diindikusi oleh fenobarbital. Fenobarbital juga menambah protein aksaptor Y. Estrogen dan progestin yang berasal dari ibu dan steroid dapat menghambat konjungsi bilirubin dalam hati. Bilirubin direk dan bilirubin konjugasi di keluarkan melalui membran kanalikuli kesaluran empedu. Proses ini terbatas (“late limiting process”).
Obat seperti klorpomazin dapat membelokade proses ini, demikian juga adanya bendungan ekstraheptal dan kerusakan sel hati. Bila terjadi blokade, maka bilirubin direk akan mengalami regurgitasi sehingga kembali kedalam plasma.
            Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu yang akan di keluarkan kesaluran pencernaan. Didalam saluran ini bilirubin direk akan direduksi oleh bakteri menjadi urobilinogen akan diserap oleh usus, masuk kedalam darah dan selanjutnya akan di keluarkan oleh ginjal berama air, kemih. Bilirubin direk  sebagain besar diserap oleh ileum terminal secra aktif, sebagian kecil yang tidak diserap masuk kedalam kolon,dirusak oleh bakteri usus menajdi bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin ini diserap secara positif oleh kolon. Melaluli vena porto bilirubin ini memasuki hati dan akan dikeluarkan lagi kedalam sistem bilier (sirkulasi entrohepatik).
Penyebab ikterus(3)
I.                   Ikterus prahepatik
Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat,yang terjadi pada hemolisis sel darah merah (ikterus hemolotik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi disertai oleh disfungsi sel hati. Akibatnya bilirubin indirek akan mengikat. Dalam batas tertentu bilirubin direk juga meningkatkan dan akan segera dieksresikan kedalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar urobilinogen di dalam tinja.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh :
1.       Kelainan pada sel darah merah.
2.      Infeksi seperti malaria, sepsis dan lain-lain.
3.      Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada rekasi transfusi dan eritroblastosis fetalis.
II.                Ikterus pascahepatik (obstruktif)
Bendung dalam saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Sebagian akibat bendugan, bilirubin ini mengalami reguregurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasukai peredaran darah. Selajutnya akan masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga kita akan menemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena adanya bendungan, maka pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin. Urobilinogen tinja dalam air kemih akan menurun. Akibat penimbunan bilirubin direk, maka kulit dan skelera akan berwarna kuning kehijauhan, kulit akan terasa gatal. Penyumbatan empedu ( kolestatis) dibagi dua, yaitu intrahepatik bila penyumbatan terjadi antara sel hati dan duktus koledeus dan ekstrahepatik bila sumbatan terjadi di dalam duktus koledokus.
III.             Ikterus hepatoseluler (hepatik)
Kerusakan sel hati akan mengalami konjugasi bilirubin terganggu,sehingga bilirubin direk akan meningkat. Kerusakan sel hatijuga akan menyebabkan bendungan dalam hati sehingga bilibubin akan mengadakan regurgitasi kedalam sel hati yang kemudian akan menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Bilirubin direk ini larut dalam air sehingga mudah di ekskresikan oleh ginjal ke dalam air kemih. Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran penceraaan yang akan kemudian akan menyebabkan tinja berwarana pucat, karena strekobilinogen menurun.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan(3)
1.      Hepatitis oleh virus, bakteri, parasit.
2.      Sirosis hepatis.
3.      Tumor
4.      Bahan kimia seperti fasfor, arsen.
5.      Penyakit lain seperti hemokromotosis, hipertiroid dan penyakit Nieman Pick





















BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1  Kelainan kandung empedu(1)
Agenesis kandung empedu merupakan kelainan bawaan yang sangat jarang ditemukan. Pada keadaan demikian, muara duktus sistikus dapat amat bervariasi.
Kandung empedu ektopik juga jarang ditemukan, dan bila letaknya intrahepatik, akan menyulitkan sewaktu melakukan kolesistektomi. Sementara itu, kandung empedu yang bergerak bebas karena seluruhnya terletak intraperitoneal dapat menimbulkan torsi kandung empedu.
§    Atresia saluran empedu(1)
Atresia saluran empedu adalah kelainan kongenital yang tidak diketahui etiologinya. Agaknya kelainan ini berhubungan dengan kolangiohepatitis intrauteri yang mungkin disebabkan oleh virus. Saluran empedu mengalami fibrosis dan proses ini sering berjalan terus setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya buruk. Kelainan ini mungkin bukan suatu malformasi karena organ lain yang berasal dari daerah embrionik yang sama, seperti hati, duodenum, dan pankreas, tidak mengalami kelainan. Sirosis hepatis karena bendungan empedu terjadi setelah bayi berumur lebih dari satu setengah bulan. Oleh karena itu, pembedahan korektif harus dilakukan sebelum usia itu.
§    Insidens(1)
Meskipun secara keseluruhan jarang, angka kejadian penyakit ini di Asia Timur hampir sepuluh kali lipat dari kejadian di negara Barat.
§    Gambaran klinis(1)
Ada dua jenis atresia saluran empedu, yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik. Bentuk intrahepatik lebih jarang dibandingkan dengan ekstrahepatik, yaitu hanya sekitar seperlima dari jumlah atresia saluran empedu ekstrahepatik.
Gejala klinis dan patologik atresia saluran empedu ekstrahepatik bergantung pada proses berawalnya penyakit, apakah jenis embrional atau jenis perinatal, dan bergantung pada saat diagnosis ditegakkan.
Jenis embrional atau fetal dijumpai pada sepertiga penderita. Proses perusakan saluran empedu berawal sejak masa intrauteri dan berlangsung hingga saat bayi lahir. Pada jenis ini, tidak ditemukan masa bebas ikterus setelah periode ikterus neonatorum fisiologik (dua minggu pertama kelahiran). Pada pembedahan, tidak ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale. Selain itu, dapat ditemukan kelainan bawaan lain seperti malrotasi usus atau pankreas ektopik.
Jenis kedua adalah jenis perinatal yang dijumpai pada dua pertiga penderita. Ikterus muncul kembali secara progresif setelah ikterus fisiologik hilang beberapa waktu. Pada saat pembedahan, dapat ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale tanpa adanya malformasi organ lain yang berdekatan.
Jadi, perbedaan patofisiologik utama antara jenis embrional dan perinatal ialah saat mulainya kerusakan saluran empedu yang progresif.
Neonatus yang menderita ikterus obstruksi intrahepatik maupun ekstrahepatik, menunjukkan ikterus, urin berwarna kuning gelap, tinja berwarna dempul (akolik), dan hepatomegali .
Apabila penyakit berlarut, akan timbul sirosis hati dengan hipertensi portal yang menyebabkan perdarahan varises esofagus dan kegagalan fungsi hati. Bayi dapat meninggal karena gagal hati, perdarahan varises, koagulopati, atau infeksi sekunder.
§    Klasifikasi(4)
Tipe I : obliterasi dari duktus kholedekus, duktus hepatikus normal.
Tipe II : atresia duktus hepatikus dengan struktur kistik tampak pada derah porta hepatis
Tipe III : pada lebih 90% pasien, atresia pada duktus hepatikus kiri dan kanan setinggi porta hepatis. Variasi ini tidak boleh dibingungkan dengan hipoplasia duktus biliaris intra hepatal, yang tidak dapat dikoreksi dengan pembedahan
§    Patofisiologi(4)
Patofisiologi dari Atresia biliaris masih sulit dimengerti, penelitian terakhir dikatakan kelainan kongenital dari sistim biliris. Masalah ontogenesis hepatobilier dicurigai dengan bentuk atresia bilier yang berhubungan dengan kelainan kongenital yang lain. Walaupun yang banyak pada tipe neonatal dengan tanda khas inflamasi yang progresif, dengan dugaan infeksi atau toksik agen yang menyebabkan obliterasi duktus biliaris .
Pada tipe III : yang sering terjadi adalah fibrosis yang menyebabkan obliterasi yang komplit sebagian sistim biliaris ekstra hepatal. Duktus biliaris intra hepatal yang menuju porta hepatis biasanya pada minggu pertama kehidupan tampak paten tetapi mungkin dapat terjadi kerusakan yang progresif. Adanya toksin didalam saluran empedu menyebabkan kerusakan saluran empedu extrahepatis.
Identifikasi dari aktivitas dari inflamasi dan kerusakan Atresia sistim bilier ekstrahepatal tampaknya merupakan lesi yang didapat.
Walaupun tidak dapat didentifikasi faktor penyebab secara khusus tetapi infeksi merupakan faktor penyebab terutama isolasi dari atresia bentuk neonatal. Banyak penelitian yang menyatakan peninggian titer antibodi reovirus tipe 3 pada penderita atresia biliaris dibandingkan dengan yang normal. Virus yang lain yang sudah diimplikasi termasuk rotavirus dan cytomegali virus (CMV)(1)
§    Etiologi(4)
Penyebab dari Atresia bilier tidak diketahui dengan pasti. Mekanisme autoimun mungkin merupakan sebagian penyebab terjadinya progresivitas dari Atresia bilier. Dua tipe dari atresia biliaris adalah bentuk fetal dan terjadi selama masa fetus dan timbul ketika lahir, serta bentuk perinatal lebih spesifik dan tidak terlihat pada minggu kedua sampai minggu keempat kehidupan.
Penelitian terbaru mengatakan infeksi virus pada bayi sangat sugestif merupakan penyebab dari Atresia bilier.
Kurang lebih 10% dari Atresia bilier terutama bentuk fetal bersama sama dengan kelainan kongenital lainnya seperti kelainan jantung, limpa dan usus.
Atresia biliaris bukan kelainan heriditer ini terlihat pada bayi kembar atresia bilier tidak terjadi pada kedua bayi tersebut.
Atresia bilier terjadi selama periode fetus atau neonatal kemungkinan triger nya adalah salah satu atau kombinasi faktor dibawah ini :
-Infeksi dengan virus atu bakteri
- Masalah sistim imun
- Komponen empedu yang abnormal
- Ganguan pertumbuhan dari liver dan duktus biliaris
§    Patogenesis(4)
1.Defek morfogenesis dari traktus biliaris
2.Defek dalam fetus/prenatal sirkulasi
3 Faktor lingkungan
4.Infeksi virus
5.Immunologi
6.Faktor genetik
§    Klinis(4)
Bayi–bayi dengan Atresia bilier biasanya lahir dengan berat badan yang normal dan perkembangannya baik pada minggu pertama
Hepatomegali akan terlihat lebih awal. Splenomegali sering terjadi, dan biasanya berhubungan dengan progresivitas penyakit menjadi Cirrhosis hepatis dan hipertensi portal
Ikterus karena peninggian bilirubin direk. Ikterus yang fisiologis sering disertai dengan peninggian bilirubin yang konyugasi. Dan harus diingat peninggian bilirubin yang tidak konyugasi jarang sampai 2minggu
Pasien dengan bentuk fetal /neonatal (sindrom polisplenia/asplenia) pertengahan liver bisa teraba pada epigastrium
Adanya murmur jantung pertanda adanya kombinasi dengan kelainan jantung.
§    Diagnosis(1)
Atresia saluran empedu harus di diagnosis secara cepat dan tepat agar tetapi dekompresi berhasil baik. Gejala klinis yang penting untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik ialah warna tinja, berat badan, umur, saat awal tinja berwarna dempul, dan hepatomegali. Bayi penderita koleostasis ekstrahepatik umumnya menunjukkan tinja yang lebih akolik yang ditemukan pada usia lebih muda, berat badan lebih besar, dan konsistensi hati yang teraba normal.
Pemeriksaan darah rutin tidak akan menunjukkan perbedaan bermakna antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik.
Ikterus pada bayi dengan kulit berwarna coklat atau hitam sering sulit dinilai sehingga mungkin tidak terdiagnosis. Akan tetapi, biasanya sklera mata jelas kuning, dan pada tahap akhir, ludah dan air mata menjadi kuning.
Dengan ultrasonografi dapat ditemukan kelainan kongenital penyebab koleostasis ekstrahepatik, yaitu penyakit Caroli, berupa dilatasi kistik saluran empedu.
Pemeriksaan kemampuan hati untuk memproduksi empedu serta memproduksi empedu serta mengekskresikannya ke saluran empedu sampai tercurah ke dalam duodenum dapat dipantau dengan skintigrafi radioisotop hepatobilier. Apabila isotop terlihat diekskresi ke dalam duodenum, berarti yang terjadi adalah koleostasis intrahepatik, bukan koleostasis ekstrahepatik.
Pemeriksaan pelengkap lain untuk diagnosis adalah biopsi hati perkutan.
Dalam praktik sehari-hari, apabila gejala klinis, skintigrafi hepatobilier, atau biopsi hati menyokong ke arah diagnosis obstruksi empedu ekstrahepatik, atau atresia saluran empedu tidak dapat dikesampingkan, langkah diagnosis selanjutnya adalah laparotomi eksplorasi.
Sewaktu laparotomi, dilakukan kolangiografi serta biopsi hati. Penampilan makroskopik hati dan saluran empedu saat pembedahan sangat berguna untuk menegakkan diagnosis. Hati biasanya berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu biasanya mengecil karena kolaps, dan pada 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas. Kombinasi temuan di atas umumnya cukup untuk melakukan portoenterostom. Bila meragukan, dilakukan kanulasi kandung empedu untuk pemeriksaan kolesistokolangiografi.
Lebih kurang 10% penderita atresia saluran empedu tergolong jenis yang dapat dikoreksi. Umumnya, ditemukan saluran empedu proksimal yang terbuka lumennya, tetapi tidak berhubungan dengan duodenum. Pada sekitar 90% penderita yang tidak dapat dikoreksi, seluruh sistem saluran empedu ekstrahepatik ternyata telah mengalami obliterasi.
Pada kebanyakan penderita, indikasi bedah atresia saluran empedu ditentukan oleh penampilan makroskopis hati dan saluran empedu, serta hasil kolangiografi. Apabila saluran empedu ekstrahepatik paten, dan ketika dilakukan biopsi hati terbuka ditemukan hasil baik, tidak ada indikasi pembedahan lebih lanjut.
Dibawah ini merupakan pemeriksaan untuk diagnosis Atresia biliaris:(4)
1. Laboratorium(4):
Pemeriksaan darah, urine dan feses untuk menilai fungsi hati dengan peninggian bilirubin
2. Biopsi liver(4)
Dengan jarum yang khusus dapat diambil bagian liver yang tipis dan dibawah mikroskop dapat dinilai obstruksi dari sistim bilier
3. Imejin(4)
A.USG
Gambaran USG bervariasi tergantung tipe dan derajat beratnya penyakit
- Hati dapat membesar atau normal dengan struktur parenhim yang inhomogen dan ekogenitas yang tinggi tertama daerah periportal akibat fibrosis
-Nodul-nodul cirrhosis hepatis
-Tidak terlihat vena porta perifer karena fibrosis
-Tidak terlihat pelebaran duktus biliaris intra hepatal
- Triangular cord didaerah porta hepatis: daerah triangular atau tubular ekogenik lebih spesifik untuk atresia bilier extra hepatal
- Kandung empedu tidak ada atau mengecil dengan panjang <1.5 cm. Kandung empedu biasanya lebih kecil dari 1,9 cm. Dinding yang tipis atau tidak terlihat ,ireguler dengan kontur yang lobuler(gall bladder ghost triad), kalau ada gambaran ini dikatakan sensitivitas 97 % dan spesifisitas 100%.
- Gambaran kandung empedu yang normal (panjang >1,5 cm dan lebar >4 cm) dapat terlihat sekitar 10 % kasus
- Tanda hipertensi portal dengan terlihatnya peningkatan ekogenitas daerah periportal.
- kemungkinan dengan kelainan kongenital lain seperti:
-Situs inversus
- Polisplenia
a.  b.
c.  d.
B.Skintigrafi : HIDA scan
Radiofarmaka (99m TC )- labeled iminodiasetic acid derivated sesudah 5 hari dari intake phenobarbital, ditangkap oleh hepar tapi tidak dapat keluar kedalam usus, karena tidak dapat melewati sistim bilier yang rusak. Tes ini sensitif untuk atresia bilier (100%) tapi kurang spesifik (60 %). Pada keadaan Cirrhosis penangkapan pada hepar sangat kurang
a. b.
C.Kholangiografi
1. Intra operatif atau perkutaneus kholangiografi melalui kandung empedu yang terlihat :
- Gambaran atresia bilier bervariasi
- Pengukuran dari hilus hepar jika atresia dikoreksi secara pembedahan dengan menganastomosis duktus biliaris yang intak
2. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
Dengan menyuntik senyawa penontras dapat dilihat langsung keadaan duktus biliaris ekstra hepatal seperti:
- Obstruksi duktus kholedokus
- dapat melihat distal duktus biliaris ekstra hepatal distal dari duktus hepatikus komunis
- dapat melihat kebocoran dari sistim bilier ekstra hepatal daerah porta hepatis
E. MRI
- MRCP
Dapat melihat dengan jelas duktus biliaris ekstra hepatal untuk menentukan ada tidaknya atresia bilier
- Peninggian sinyal daerah periportal pada T2 weighted images
F.Intubasi duodenum
Jarang dilakukan untuk diagnosis Atresia bilier. Nasogastrik tub diletakkan didistal duodenum. Tidak adanya bilirubin atau asam empedu ketika diaspirasi menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi.
§    Tata Laksana(1)
Tata laksana atresia saluran empedu ekstrahepatik adalah pembedahan. Atresia saluran empedu intrahepatik pada umumnya tidak memerlukan pembedahan karena obstruksinya relatif bersifat ringan.
Bedah rekonstruksi pertama yang berhasil baik dilakukan oleh Ladd(1928). Salah satu pasiennya berhasil hidup dengan baik selama 37 tahun setelah dioperasi.
Pilihan utama jenis pembedahan atresia saluran empedu ekstrahepatik adalah portoenterostomi teknik Kasai dan bedah cangkok hati.
Bedah dekompresi portoentereostomi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur dua bulan. Apabila usia bayi lebih dari tiga bulan, transplantasi hati lebih baik daripada hasil terbaik operasi dekompresi. Saat ini, indikasi tersering untuk melakukan tersering untuk melakukan transplantasi hati adalah usia bayi telah terlalu tua untuk bedah Kasai.
- Atresia bilier adalah keadaan penyakit yang serius dan dapat menyebabkan cirrhosis hepatis, hipertensi portal, karsinoma hepatoseluler, dan kematian terjadi sebelum umur 2 tahun.(4)
-Nutrisi pada pasien Atresia bilier harus diperhatikan terutama untuk lemak, asam lemak esensial yang mudah diabsorbsi dan pemberian protein dan kalori yang baik.
- Operasi
1. Kasai prosedur
Tujuannya untuk mengangkat daerah yang mengalami atresia dan menyambung hepar langsung ke usus halus sehingga sehingga cairan empedu dapat lansung keluar ke usus halus disebut juga Roux-en-Y hepatoportojejunostomy.
2.Transplantasi hati.
Dilakukan pada keadaan Kasai prosedur tidak berhasil, atresia total atau dengan komplikasi cirhosis hepatis
§    Komplikasi(4)
1.Cirrhosis bilier yang progresif
2.Hipertensi portal da/atau perdarahan dari varses oesopagus ini terlihat pada 40% anak dibawah 3 tahun
3. Yang paling sering komplikasi dari Kasai prosedur adalah asending kholangitis,infeksi bakteri. Pada keadaan normal bakteri ada dalam usus dan bergerak keatas melalui Roux-en-y menyebabkan infeksi.
§    Prognosis(4)
Tergantung beberapa faktor
-Umur pada waktu dioperasi ,lebih awal lebih baik (60-80 hari )setelah lahir
-Gambaran anatomi duktus biliaris ekstra hepatal
-Ukuran duktus biliaris daerah ekstra hepatal
- Ada tidaknya Cirrhosis hepatis
- Adanya Kolangitis
- Kemungkinan dapat dilakukannya transplantasi



















BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
  Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
  USG perut
  Rontgen perut (tampak hati membesar)
  Kolangiogram
  Biopsi hati
  Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan).




Daftar Pustaka
1)      De Jong, Sjamsuhidajat.2013.Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3.Jakarta:EGC(hlm 263-267)
2)      Sadler, T.W.2012.Langman Embriologi Kedokteran edisi 10.Jakarta:EGC(hlm 251-254)
3)      Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007.Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.Percetakan Infomedika Jakarta(hlm 517-522)
4)      Soetikno,D Rista.Pustaka UNPAD Atresia Biliaris pdf.<www.unpad.go.id>         

1 komentar:

Unknown on 22 Juni 2015 pukul 19.56 mengatakan...

Atresia Bilier adalah suatu keadaan yang terjadi pada bayi yang baru lahir dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Penyebab atresia bilier ini tidak diketahui tetapi kondisi tersebut ditemukan pada 1 dari 15000 kelahiran. Atresia Bilier temukan jawab di tanyadok.com portal informasi layanan kesehatan untuk menemukan penyebab dan cara penangulangannya.

Posting Komentar

 

Titin Agustina Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting